Sejarah 212 tahun yang lalu Hadeging Kadipaten Pakualaman (22 Juni 1812 - 22 Juni 2024)


|Uploader: R.001|

MertiBudaya - Kadipaten Pakualaman merupakan satu diantara 4 praja kejawen yang ada sampai sekarang ini. Kadipaten Pakualaman secara de vacto berdiri sejak 22 Juni 1812 M atau bertepatan dengan 11 Jumadilakir Alip 1739 ditandai dengan diangkatnya Bandoro Pangeran Haryo Notokusumo menjadi “pangeran mardika”. Sedangkang secara de jure resmi berdiri pada 17 Maret 1813 bertepatan 14 Mulud Ehe 1740 ditandai dengan B.P.H. Notokusumo secara resmi menyandang gelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I (K.G.P.A. PAKU ALAM I).


Peringatan Hadeging Praja yang diselenggarakan ini merujuk pada tanggal 22 Juni 1812 secara de vacto Pangeran Notokusumo diangkat menjadi Pangeran Mardika” dan diberikan wilayah serta hak pengurusan wilayah secara mandiri terlepas dari Kasultanan Ngayogyakarto


Berdiri nya Kadipaten Pakualaman tidak dapat dipisahkan dari perjalanan hidup dan perjuangan Pangeran Notokusumo, sebagai peletak dasar kokohnya wangsa Pakualaman. Sebagai salah satu kerajaan dari catur sagotra yang merupakan pewaris kejayaan kerajaan Mataram Islam, 


Kadipaten Pakualaman memiliki sejarahnya tersendiri. Bila dua kerajaan sebelumnya, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Mangkunegaran berdiri sebagai konsekuensi dari perjanjian gencatan peperangan. Tidak demikian halnya dengan berdirinya Kadipaten Pakualaman, yang didasari pada bentuk sikap penghargaan dan penghormatan Gubernur Jenderal Stamford Raffles pada masa kekuasaan Inggris di Jawa, kepada Pangeran Notokusumo. Berdirinya Kadipaten Pakualaman punya sejarah yang berbeda, sehingga ini menarik. Karena tidak dengan pertumpahan darah dan peperangan sebelumnya. 


Tapi sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan Raffles kepada Pangeran Notokusumo, yang menjadikannya sebagai pangeran Merdiko termuda dari tiga wangsa mataram ,yang ada sebelumnya,"


Perjalanan hidup Pangeran Notokusumo dalam meletakkan dasar-dasar kokohnya Kadipaten Pakualaman tidak lepas dari pengalaman impirik putra kinasih Sultan Hamengku Buwono I ini, yang kemudian harus menghadapi perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan sebagai seorang tawanan. Sebagai akibat dari berbagai intrik yang sengaja dibangun dan dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya ketenteraman di dalam kraton, terkait dengan proses suksesi kelangsungan tahta di Kasultanan Yogyakarta. "Sebagai salah seorang putra Sri Sultan Hamengku Buwono 1


 Pangeran Notokusumo memiliki banyak kelebihan bila dibanding dengan saudara-saudaranya, bahkan menurut banyak sumber Notokusumo sebagai putra kinasih dari Sri  Sultan  Hamengku Buwono 1,dari garwo BRAy Srenggorowati putera dari RT.Notoyudo lll [ Trah Kedu Ketitang].


Babad yang mengisahkan perjalanan hidup sekaligus juga menuangkan ajaran dari Pangeran Notokusumo yang kemudian bergelar KGPAA Paku Alam I. Dua di antaranya Babad Betawi dan Babad Pakualaman. Dari sinilah banyak ajaran dari Pangeran Notokusumo diabadikan menjadi tuntunan dan panutan yang bisa dilakukan oleh masyarakat luas. 


"Ajaran yang diberikan Paku Alam 1 kepada generasi penerusnya disebut sestradi dan itu merujuk pada pesan 21 perbuatan baik dan 21 perbuatan yang harus dihindari karena termasuk perbuatan buruk," 




Sumber .  @   Merapi

Lebih baru Lebih lama