Sejarah
Persilatan di Indonesia tidak asing lagi dengan istilah kata Tjimande,
yaitu sebuah aliran pencak silat yang tergolong besar, terkenal dan
memiliki pengaruh pada aliran persilatan lainnya. Khususnya di Jawa,
Indonesia hingga mancanegara.
Bagi
khalayak umum di Jabodetabek, Tjimande lebih dikenal sebagai ahli patah
tulang yaitu memperbaiki atau mengobati dan menyembuhkan tulang yang
patah dengan cara tradisional. Di situlah Tjimande terkenal pada umumnya
sebagai Bengkel Patah Tulang atau lebih dikenal dengan sebutan
"Bengkel" khususnya di kalangan ahli patah tulang Tjimande.
Tjimande
sendiri adalah merupakan nama sungai di satu desa yang mengalir dimana
di tepi sungai tersebut dulunya Eyang (Mbah) Khair tinggal sehingga
aliran pencak silat yang diwariskan oleh mbah Khair dinamakan aliran
Tjimande. Di tepi sungai ini pula selain mbah Khair tinggal menetap,
dengan murid-muridnya berlatih maenpo (pencak silat Sunda). Belakangan
waktu makna baru diberikan pada nama Tjimande baik dalam konteks
bernuansa religi maupun budaya Sunda.
Tjimande
diyakini diciptakan oleh Eyang (Mbah) Khair. Mbah Khair mempunyai murid
Eyang Rangga, sementara yang meneruskan dan melestarikan amanat leluhur
ini adalah keturunan Eyang Rangga.
Bahwa
Tjimande memiliki 5 aspek dan bukan sekadar 4 aspek dalam maenpo
(pencak silat Sunda) yaitu aspek Olahraga, Seni Budaya (tradisi), Bela
Diri, Spiritual dan Pengobatan. Aspek terakhir yaitu pengobatan
pijat/urut gaya Tjimande dan pengobatan/penyembuhan patah tulang.
Desa
Tarikolot dianggap sebagai sumber dan asal-usul Tjimande. Di desa ini
yang kebanyakan adalah keturunan Eyang Rangga dan memiliki banyak murid
berbakat. Hingga saat ini ilmu warisan karuhun tersebut masih
dilestarikan dan terus dikembangkan khususnya di kampung Tarikolot, desa
asal usul Tjimande.
Pencak
silat sebenarnya adalah bagian dari keseharian pada kehidupan manusia.
Misalnya jika ada yang mau memukul maka secara refleks tangan kita
menangkis, dan jika kita mau jatuh, maka tubuh dan kaki kita langsung
menyesuaikan keseimbangan. Hanya sajalah oleh mbah Khair, hal tersebut
diramu dan dirumuskan dalam bentuk pelajaran yang sistematik dan gampang
untuk dipelajari sehingga jadilah maenpo Tjimande.
Kehidupan Eyang (Mbah) Khair.
Mbah
Khair tinggal di kampung Cogrek Bogor, yang merupakan pendekar yang
disegani pada tahun 1760 M. Pada tahun tersebut pertama kali Eyang
(mbah) Khair memperkenalkan pada murid-muridnya jurus maenpo Tjimande.
Kemudian, murid-muridnya menyebarkan dan meluaskan ke daerah lainnya
seperti Batavia, Bekasi, Karawang, Cikampek, Cianjur, Bandung, Garut,
Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, Kuningan dan Cirebon.
Mbah
Khair sering bepergian jauh meninggalkan kampung halamannya untuk
berdagang kuda. Pada perjalanan usahanya dia sering mengalami pembegalan
oleh perampok dan bandit. Namun keadaan itu semua dapat diatasi karena
kebisaan maenpo-nya.
Di
Batavia dia berkesempatan berkenalan dengan pendekar silat dari
Minangkabau dan China yang sangat ahli dalam dunia persilatan. Untuk
saling mencoba dengan bertukar pikiran dan pengalaman, pertemuan dengan
para pesilat lain ini memberikan cakrawala yang menambahkan wawasan
pandangan tentang permainan yang dimilikinya dan berinteraksi dengan
budaya lain.
Pada
saat berdagang di daerah Cianjur, Mbah Khair bertemu dengan bupati
Cianjur VI yakni Raden Adipati Wiratanudatar (1776-1813). Mbah Khair pun
memutuskan untuk menetap di Cianjur dan berdomisili di kampung
Kamurang. Raden Adipati Wiratanudatar mengetahui bahwasanya Mbak Khair
mahir bermaenpo, dan dimintalah Mbah Khair untuk mengajar keluarganya,
pegawai kabupaten dan petugas keamanan.
Untuk
membuktikan keterampilannya Bupati mengadakan adu tanding melawan
pendekar dari Cina dengan permainan Kuntaw Macao di alun-alun Cianjur.
Pertandingan adu keahlian beladiri tersebut dimenangkan oleh Mbah Khair.
Inilah yang membuat namanya semakin populer di Kabupaten Cianjur.
Pada
tahun 1815 Mbah Khair kembali ke Bogor, beliau memiliki 5 putera yaitu
Endut, Ocod, Otong, Komar dan Oyot. Dari kelima putranya inilah Silat
Tjimande disebarkan ke seluruh tanah Pasundan. Sementara di Bogor yang
meneruskan penyebaran Silat Tjimande adalah muridnya yang bernama Ace,
yang kemudian meninggal di desa Tarikolot dan hingga kini keturunannya
menjadi sesepuh pencak silat Tjimande Tarikolot Kebon Djeruk Hilir.
Pada
permulaan abad ke-19 di Jawa Barat adalah merupakan masa-masa kejayaan
silat Tjimande, hingga cara berpakaian Mbah Khair dengan menggunakan
celana sontok atau pangsi dengan baju kampret menjadi pakaian pencak
silat hingga kini.
Pada
tahun 1825 Mbah Khair meninggal dunia, sedangkan buah karyanya terus
berkembang dan diterima secara luas oleh masyarakat Jawa Barat. Pola
pendidikannya dikembangkan oleh anak didiknya seperti Sera dan Aliran
Ciwaringin yang dalam perkembangan mengadakan perubahan jurus seperti
yang dilakukan oleh H. Abdur Rosid. Akan tetapi perubahan itu tidak jauh
berbeda dari pakem maenpo Tjimande.
Dewasa
ini Silat Tjimande sudah berkembang ke seluruh pelosok dunia, namun
Mbah Khair mewariskan maenpo Tjimande tidak dalam bentuk catatan
tertulis. Tradisi disampaikan secara lisan tidak sistematik di desa
Tjimande. Sehingga maenpo Tjimande tidak berada dalam tatanan yang
terpadu seperti organisasi.
Maenpo
Tjimande berkembang mula dari keturunan dan keluarga yang tidak
terorganisir rapih, namun begitu dalam kurun waktu yang panjang telah
menghasilkan murid-murid yang banyak dan dari sinilah berkembang pesat
menjadi perguruan silat Tjimande baru baik dengan izin maupun tidak,
sehingga satu dengan yang lainnya tidak saling mengenal lagi.
Setidak-tidaknya silat Tjimande menjadi bagian dasar dari perkembangan
pendidikan aliran-aliran pencak silat baru yang sudah banyak tersebar di
seluruh dunia.
Silat
Tjimande pada mulanya menggunakan teknik perkelahian jarak jauh, yaitu
pesilat mengambil jarak jangkau selepas kaki. Jarak ini dimungkinkan
untuk dapat mudah menghindari serangan lawan. Jarak ini juga menjadi
jarak dominan untuk serangan balik.
Setiap
pesilat dalam memulai sebuah serangan harus melihat sikap kaki atau
kuda-kuda, yang bertujuan untuk menjaga jarak lawan. Kuda-kuda pipih
yang digunakan dapat dengan mudah dipindah-pindahkan dan dapat
diubah-ubah dengan kecepatan dan frekwensi tinggi. Karena lawan akan
memberikan serangan jarak dalam bentuk pukulan atau tendangan cepat dan
tinggi. Untuk mengatasinya maka diperlukan jurus supaya pesilat dapat
mengimbanginya. Secara garis besar Silat Tjimande dibagi-bagi dalam
tatanan, yaitu:
- Kelid Tjimande
- Pepedangan Tjimande
- Tepak Selancar
Kelid dan pepedangan merupakan jurus beladiri, sedangkan tepak selancar merupakan jurus seni dengan iringan musik gedang pencak.
I. JURUS KELID TJIMANDE
Jurus
ini adalah jurus inti dari silat Tjimande yang bertujuan menangkis
serangan lawan sambil berusaha merobohkannya. Jurus ini berjumlah 33
jurus, yaitu:
1. Tonjok Bareng
2. Tonjok Saubelah
3. Kelid Selup
4. Timpah Saubelah
5. Timpah Serong
6. Timpah Dua Kali
7. Batekan
8. Teke Tampa
9. Teke Purilit
10. Tewekan
11. Kedutan
12. Guaran
13. Kedut Guar
14. Kelid Dibeulah
15. Selup Dibeulah
16. Kelid Tonjok
17. Selup Tonjok
18. Kelid Tilu
19. Selup Tilu
20. Kelid Lima
21. Selup Lima
22. Peuncitan
23. Timpah Bohong
24. Serong Panggul
25. Serong Guwil
26. Serong Gual
27. Singgul Serong
28. Singgul Sebeulah
29. Sabet Pedang
30. Beulit Kacang
31. Beulit Jarak Pengkor
32. Pakala Alit
33. Pakala Gede
Jika diperhatikan jurus kelid ini nampaknya tertumpu pada ketangguhan tangan sebagai inti kekuatan seperti:
- Tonjok : Bentuk tangan mengepal
- Teke: Menggunakan ruas jari tangan
- Telekan: Bentuk tangan pipih menusuk
- Kedutan: Menggunakan telapak tangan
- Guaran: Menggunakan sisi tangan bagian luar maupun dalam
- Singgulan: Menggunakan pangkal tangan
Bentuk Latihan:
Biasanya
dilakukan duduk di tempat. Pasangan duduk saling berhadapan. Salah satu
kaki dilipat dan kaki lainnya diselonjorkan ke depan demikian pula
pasangannya dengan posisi berlawanan. Pasangan itu melakukan serangan
bela dalam posisi duduk.
Tujuan Latihan:
Gunanya untuk melatih
daya imajinasi seseorang untuk menentukan kuda-kuda yang tepat saat
jurus-jurus tersebut dalam posisi berdiri. Dengan dikuasainya gerakan
tangan, tentunya secara otomatis dapat dengan mudah menggunakan
kuda-kuda dan serang bela.
II. JURUS PEPEDANGAN TJIMANDE
Jurus
ini bertumpu pada kesigapan kaki dan teknik serang senjata golok. Dalam
latihan digunakan senjata yang sesungguhnya dan harus tajam.
Jurus pepedangan ini berjumlah satu rangkaian jurus, yaitu:
- Elakan Sabeulah
- Selup Kuriling
- Jagangan
- Tagongan
- Piceunan
- Balungbang
- Sabeulah
- Opat Likur
- Buang Dua Kali
- Selup Kuriling
- Selup Bohong
III. JURUS TEPAK SELANCAR
Jurus
ini disajikan sebagai keindahan gerak. Karena jurus-jurusnya memiliki
unsur keindahan dan setiap penampilannya harus diiringi musik (gendang
pencak) terdiri dari: Dua gendang besar (Indung) dan dua gendang kecil
(kulantir) yang berperan sebagai pengiring gerakan dan pengatur tempo
lagu, terompet sebagai melodi lagu dan gong kecil (kempul/bende). Dalam
penampilannya gerakan pencak selalu dititikberatkan dengan iringan
gendang.
* PAKEM MUSIK BAKU:
- Tepak Dua
- Tepak Dung-dung
- Paleredan
- Galempang dan Tepak Tilu
* CALON MURID DAN KODE ETIK
Setiap
calon murid Tjimande yang akan mengikuti latihan terlebih dahulu harus
menyatakan kesediaannya mematuhi tata cara atau etika perguruan yang
amat dihormati.
Syarat-syaratnya ialah harus melalui rangkaian
upacara tradisi seperti: Puasa selama 7 hari, yang dimulai dari hari
Senin atau Kamis.
Selanjutnya membacakan sumpah atau janji (Pertalekan Tjimande)
1. Harus ta'at dan taqwa kepada Allah dan RasulNya
2. Jangan melawan kepada Ibu dan Bapak
3. Jangan melawan kepada Guru dan Ratu (pemerintah)
4. Jangan berjudi dan mencuri
5. Jangan riya, takabur dan sombong
6. Jangan berbuat zinah
7. Jangan bohong dan licik
8. Jangan mabok-mabokan dan menghisap madat
9. Jangan jahil dan menganiaya sesama makhluk Tuhan
10. Jangan memetik tanpa izin, mengambil tanpa meminta
11. Jangan suka iri hati dan dengki
12. Jangan suka tidak membayar hutang
13. Harus sopan santun, rendah hati dan saling harga menghargai di antara sesama manusia
14. Berguru Tjimande bukan untuk gagah-gagahan, kesombongan dan
ugal-ugalan tetapi untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat.
Pertalekan
Tjimande dijelaskan sedemikian rupa dan diulang-ulang kepada calon
murid sehingga murid benar-benar memahaminya dan dipegang tangannya oleh
guru sebagai tanda kesanggupan. Berikutnya Guru membacakan do'a
tawassul dan meneteskan air bercampur daun sirih ke mata sang murid
(dipeureh). Tradisi ini disebut upacara keceran untuk menajamkan
pandangan mata.
Pada dasarnya Tjimande berfungsi sebagai media
syiar agama Islam, oleh karena itu ketaatan kepada Allah dan RasulNya
dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya
merupakan syarat yang harus ditaati warga/anggota persilatan Tjimande.
Tjimande merupakan pengisi dan pengekang nafsu hewani dan sifat-sifat lain yang dapat merugikan semua pihak.
Tjimande
bukan bertujuan untuk menguasai dan berkuasa atas diri manusia lainnya.
Pada hakekatnya Ta'lek Tjimande adalah ruh dari pencaknya, tanpa Ta'lek
Tjimande, pencak Tjimande ibarat mayat yang menyebarkan bau busuk
menyengat.
Demikian sejarah Tjimande, mudah-mudahan bermanfaat dan memberi gambaran apa dan bagaimana Silat Tjimande.
Wassalam